- Hacked by ./Mr.L3RB1-404 - Sorong6etar
- Bupati Ajak Semua Jadi Hamba Allah yang Pandai Bersyukur
- HUT TNI DAN HUT LOTENG KE-74 ,KOREM 162 DAN ASN LOMBOK TENGAH GELAR PEMBERSIHAN PANTAI KUTA
- Ahli Kejiwaan pribadi Sebut Marshanda sungguh Keterlaluan
- 7 Efek Buruk dari Konsumsi Obat Tidur
- 5 Buah Penangkal Racun dalam Tubuh
- Apple iWatch Bakal Dirilis Bulan Depan
- Pentax Q-S1 Kamera Mirorless Style Retro
- Microsoft Update Windows 8.2 Agustus?
- Bahaya Mendiagnosis Penyakit Lewat Internet
Apakah dia mengalami Depresi? Cek Bicaranya
Berita Terkait
- Cokelat Hitam Turunkan Tekanan Darah0
- Orang Beriman Kondisi Fisik n Mentalnya Lebih Sehat0
- 4 Alasan Kenapa Memaafkan Penting Bagi Kesehatan0
Berita Populer
- Bos Amazon Temukan Mesin Apollo 11
- Bupati Ajak Semua Jadi Hamba Allah yang Pandai Bersyukur
- Bahaya Mendiagnosis Penyakit Lewat Internet
- Pentax Q-S1 Kamera Mirorless Style Retro
- 7 Efek Buruk dari Konsumsi Obat Tidur
- Hacked by ./Mr.L3RB1-404 - Sorong6etar
- "Expendables 2" Impian Jean Claude Van Damme
- 5 Buah Penangkal Racun dalam Tubuh
- Hukuman Ganda Korea Diperingan, Greysia/Meiliana Tunggu Nasib
- Apple iWatch Bakal Dirilis Bulan Depan

Jakarta, Beberapa orang pandai menyembunyikan perasaan, dari luar tampak baik-baik saja meski hatinya menangis tercabik-cabik. Para ilmuwan baru-baru ini berhasil menentukan dengan tepat tingkat keparahan depresi berdasarkan cara berbicara.
Dalam penelitian yang diklaim sebagai yang terbesar di dunia tersebut, para ilmuwan menemukan bahwa cara berbicara susah dipalsukan ketika seseorang sedang depresi. Perubahan cara bicara itu bisa dipakai untuk mengukur tingkat keparahan depresi yang dialami.
Adam Vogel, kepala Speech Neuroscience Unit di University of Melbourne mengatakan bahwa cara berbicara adalah penanda kesehatan otak yang sangat kuat. Berbagai perubahan yang terjadi pada cara berbicara bisa menunjukkan seberapa bagus otak bekerja.
"Cara berbicara orang yang sedang depresi berubah dan dipengaruhi oleh terapi yang diberikan, menjadi lebih cepat dengan jeda yang lebih pendek," kata Vogel dalam laporannya di jurnal Biological Psychiatry seperti dikutip dari Medindia, Selasa (21/8/2012).
Dalam penelitian tersebut, Vogel melakukan pengamatan terhadap 105 pasien yang sedang menjalani terapi untuk menyembuhkan depresi. Beberapa hal yang diamati antara lain waktu, nada dan intonasi bicara yang kemudian dibandingkan dengan hasil pemeriksaan psikologis.
Para pasien diminta melakukan panggilan telepon ke sebuah mesin penjawab otomatis. Ada yang diminta berbicara apa saja, mengungkapkan perasaan dan sebagian hanya diminta untuk membaca teks supaya tidak perlu repot-reopot memikirkan mau bicara tentang apa.
"Temuan ini memungkinkan para psikolog jadi lebih fleksibel dalam memeriksa pasien dari jarak jauh, hanya dengan mendengarkan pola dan cara berbicara meski dari lokasi yang sangat jauh atau di kampung-kampung," kata James Mundt dari Centre for Psychological Consultation di Wisconsin.